Minggu, 13 September 2009

Sahabat Sejati Takkan Terpisahkan Oleh Tempat dan Waktu

Oleh : Norliyanti



Siang itu, terik matahari terasa menyengat, namun itu tidak membuat seorang gadis kecil jadi malas bercanda dengan alam sekitarnya. Gadis kecil itu dengan galak tawa ceria duduk di rumput yang menghijau. Ia tidak menghiraukan terik matahari yang menyengat kulitnya, dia terus bercanda ria dengan para kupu-kupu.
Tiba-tiba ada seseorang memanggil namanya, “ Tan… ! “ Mendengar ada yang memanggil namanya, dia pun segera mencari asal suara panggilan itu.
“Hei…, sorry lama”, kata Anggi buru-buru.
“Hei juga, kok baru datang, kemana saja kamu ? “ kata gadis kecil itu menyapa Anggi sambil tersenyum manis.
“Sorry, tadi aku ada urusan sebentar, sudah lama ya nunggunya? “ kata Anggi, karena merasa bersalah sudah membuat sahabatnya menunggu.
“Ya…,lumayan lah, ya udah sekarang duduk yok gi, nggak capek apa dari tadi berdiri aja ? “kata Intan bercanda.
Intan anaknya memang suka bercanda, dan juga Jail. Mereka pun bercanda gurau di tempat itu, sementara di atas langit, mentari jingga semakin condong kebarat. Hari semakin sore, dan mereka pun pulang ke rumah masing-masing.
Pagi-pagi sekali Intan sudah bangun dari tidurnya, dia pun langsung membuka jendela kamarnya, memandang kearah luar. Menikmati segarnya udara pagi, itulah yang dilakukan Intan setiap paginya. Matanya bersinar seperti permata.
“Segar, emmm…!” kata Intan sambil menarik nafas dalam-dalam, menikmati udara pagi yang segar. Setelah beberapa lama menikmati segarnya udara pagi, Intan pun langsung keluar dari kamarnya menuju ruang makan, karena mama dan papanya pasti sudah menunggunya di ruang makan untuk sarapan pagi. Maklumlah, Intan termasuk anak orang kaya, lain halnya dengan Anggi sahabatnya, Anggi hanyalah orang yang hidup sederhana.
“Duuuh anak mama, baru bangun ya…, heh?” Tanya mamanya, Intan tak menjawab pertanyaan mamanya, dia hanya tersenyum manja.
“Sayang, kamu belum mandi ya…?” Tanya Papanya Intan yang sedari tadi sudah menunggu Intan sarapan pagi bersama.
“Belum pa!“ jawab Intan yang tersimpul malu, karena ketahuan dia belum mandi. “ O ya Ma, Pa, hari ini Intan mau kerumah Anggi, karena sudah lama sekali Intan tidak kesana?” bolehkan ma, pa ?” kata Intan pula meminta izin.
Iya sayang !”kata mama dan papanya Intan hamper bersamaan.
Setelah selesai sarapan pagi, Intan pun membantu mamanya untuk membersihkan piring-piring, karena mereka sudah selesai sarapan paginya. Setelah itu, Intan pun pergi ke kamar mandi, untuk mandi. Setelah selesai, dia langsung berpamitan pergi sama kedua orang tuanya.
“ Ma, pa, Intan pergi dulu ya…?” “Assalamualaikum…!” kata Intan berpamitan dengan kedua orang tuanya sambil menyalami tangan mama dan papanya bergantian. Mereka membalas dengan membelai rambutnya Intan.
“ Wa’alaikum salam!“ kata mereka hamper bersamaan.
“Hati-hati dijalan ya sayang?” tambah mamanya.
“ Ya ma, Intan pergi dulu” ! kata Intan yang sudah agak jauh.
Sesampainya di rumah Anggi, Intan pun langsung mengetuk pintu, tok tok, Assalamualaikum…!” kata Intan.
Setelah beberapa kali pintu diketuk, akhirnya Anggi membukakan pintu juga, dari arah dalam terdengar suara Anggi menyahut.
“ Wa’alaikum salam…!”sahut Anggi.
“ Hei Intan, apa kabar?”lama tidak main kemari, ayo silahkan masuk !” sapa Anggi dengan lembut sambil memepersilahkan Intan masuk.
“ Terima kasih Gi, kabar aku baik, aku sibuk makanya jarang main kemari, kalau tidak salah,tujuh tahun lebih kita tidak bertemu, karena terakhir kali kita bertemu pada waktu usia kita baru sepuluh tahun kan?” kata Intan dengan dihiasi senyuman diwajahnya.” Dan kabar kamu juga bagaimana Gi?”
“ Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja.” Kata Anggi sambil mengangkat kedua bahunya. “ kamu benar Tan, sudah tujuh tahun lebih kita tidak bertemu.”
“Gi, kita main keluar yuk?” ajak Intan mengalihkan pembicaraan.
“OK !”, kata Anggi. “ Tapi aku menutup pintu dulu” kata Anggi dengan bersemangat.
Mereka pun pergi keluar, ketempat yang memang tidak asing lagi bagi mereka, karena mereka memang sering pergi ketempat itu sewaktu mereka masih kecil.
“ Ternyata tidak berubah ya Gi, tempat ini tetap saja sama seperti dulu, sama seperti kita masih kecil dulu ?” kata Intan sambil memandangi di sekelilingnya tanpa menatap wajah Anggi.
“ Ya…, begitulah!” jawab Anggi singkat, sambil mengangkat kedua bahunya.
Suasana pun menjadi hening, ketika pandangan Intan tertuju ketempat kursi yang banyak ditanami bunga-bunga itu, dimana mereka pernah dulu sering bercanda ria ditempat itu, bersama dengan dua sahabat kecilnya, yang sekarang hanya ada satu sahabatnya. Tidak terasa air mata jatuh membasahi pipinya, hal itu membuat Anggi shabatnya ikut sedih, Karena dia tahu bagaimana dengan perasaan sahabatnya, Intan. Dan ia pun langsung mendekati Intan.
“ Tan, sudah lah, yang lalu biarlah berlalu, biarlah semuanya menjadi kenangan, kamu jangan terlalu larut dalam kesedihan Tan?”
“Gi, mengapa kita harus berpisah dengan Hendra”? Intan mulai terisak.
“ Karena Allah lebih sayang sama dia melebihi kita, Tan. Lebih baik kamu lupakan saja dia, “kata Anggi menasehati.
“ Tidak…, tidak mudah untuk melupakannya Gi, kamu tahu sendirikan, kalau aku lebih dekat dengannya ketimbang sama kamu ?” kata Intan, yang tak sadar kalau kata-katanya telah menyinggung perasaan sahabatnya.
Sejenak Anggi terdiam,, lalu menghela nafas panjang.
Aku tahu Tan, tapi tak seharusnya kamu menjadi begini, seharusnya kamu berdoa supaya arwahnya diterima disisi Yang Maha Kuasa.”
Gi…ma’afkan aku, bukan maksudku untuk menyinggung perasaan mu, aku terlalu egois!” kata Intan, yang kini baru sadar kalau kata-katanya telah membuat sahabatnya merasa tersinggung.
Tak apa Tan, aku ngerti kok sama perasaanmu saat ini, pikiranmu sedang kalut, tidak menentu. Dan lagi pula, kamu tidak egois kho!” Kata Anggi yang mencoba untuk menenangkan sahabatnya, supaya tidak sedih lagi.
“Oooooh, terima kasih Gi, ternyata kamu tidak seperti yang aku pikirkan, kamu begitu sabar menghadapi aku yang keras kepala ini!” kata Intan, yang kini sudah berkurang kesedihannya.
“Sebagai seorang sahabat, memang itulah yang harus ku lakukan, selama aku bisa, aku akan melakukannya untuk mu, tapi kalau aku sudah tak bisa lagi…apa yang terjadi aku tidak tahu.” Kata Anggi sambil mengangkat bahunya.
Kata-kata Anggi membuat Intan heran, dia tidak mengerti dengan apa maksudnya Anggi berkata begitu.
“ Maksud kamu apa?” kata Intan yang semakin merasa heran.
Anggi hanya diam, dia tidak menjawab pertanyaan Intan, malah dia pergi meninggalkan Intan.
“Kita kesana yuk?” menunjuk kearah taman.
Intanpun hanya menurut saja. Hari semakin sore, dan merekapun sudah lelah, dan akhirnya mereka pun pulang. Intan pun berpamitan sama Anggi, karena dia mau pulang.
“ Gi, aku pulang dulu ya…,nanti dilain waktu aku pasti akan kesini lagi, bolehkan?” kata Intan sambil menatap wajah Anggi.
“ Ya boleh lah, apa sih yang tidak buat kamu.” Kata Anggi sambil tersenyum.” Terima kasih yak arena kamu sudah mau main kerumah ku, menemani aku?
Intan pun berlalu meninggalkan Anggi, sambil melambaikan tangan.
Sesudah magrib Intan baru sampai kerumahnya, mukanya kusut dan murung.
“ Pulang kok mukanya kusut begitu, ada apa sich saying?” sapa mamanya.
Intan tidak menjawab pertanyaan mamanya, dia hanya menatap wajah mamanya sebentar, setelah itu dia langsung pergi menuju kamarnya.
Melihat tingkah laku anaknya yang seperti itu, wanita separoh baya itupun merasa heran.
“ Pa,…,papa?” teriak mamanya Intan memanggil-manggil papanya Intan. Wanita separoh baya itupun segera menghampiri papanya Intan.
“ Pa, anakmu tuch!”
“ Kenapa dengan Intan ma?”
“ Tahu tuch, pulang dari rumahnya Anggi mukanya kusut begitu, mama ngomong saja tidak dihiraukannya.
Papanya Intan pun langsung pergi meninggalkan mamanya Intan menuju kamar Intan, dan mengetok pintu kamar Intan.
“ Tok tok tok, Tan ini papa saying. Boleh papa masuk kedalam?” kata papanya, berharap semoga Intan mengizinkan dia masuk. Dan papanya pun kembali memanggil-manggil Intan.
“ Tan…,papa masuk ya?”
Tidak beberapa lama…
“ Masuk saja, tidak dikunci !” kata Intan dengan nada terputus-putus.
Ketika pintu dibuka, terlihat Intan sedang berbaring ditempat tidur, dengan mata yang memerah. Sepertinya dia habis menangis, makanya matanya merah, papanya pun segera menghampiri putrinya.
“ Tan!” kata papanya lirih.
Intanpun langsung bangun dari tempat tidurnya dan memeluk papanya .” Pa!” kata Intan terisak.
“ Ya sayang, kamu kenapa, kok mukanya cemberut begitu?” kata papanya Intan, maklumlah Intan lebih akrab sama papanya.
“ Intan lagi sedih pa!” kata Intan lebih terisak lagi.
“ Sedih kenapa sayang, coba cerita sama papa, siapa tahu papa bisa bantu kamu !”
Intan pun menghela nafas dalam-dalam.” Pa, Intan kangen sama sahabat Intan pa, apakah salah bila merindukannya?”
“ Tidak sayang, sama sekali tidak. Kalau kamu kangen sama dia, berarti kamu sayang sama dia!” kata papanya Intan sambil mengelus-eus kepalanya Intan. “ Tapi, kalau boleh papa tahu, siapa nama sahabat kamu itu?”
“Hendra pa,” kata Intan lirih.
“Hendra?” kata papanya Intan mengulang, dia setengah tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh putrinya itu.
“ Iya pa.”
“ Sayang, kamu tahu khan kalau Hendra itu sudah meninggal, dia sudah tenang di alam sana!”
“ Mengapa semua orang pasti berkata begitu?” kata Intan cemberut. “ Intan tahu pa, tapi hati kecil Intan mengatakan kalau dia masih hidup, ada disisi Intan Pa!”
“ Papanya Intan diam sejenak, setelah itu menghela nafas panjang. Papa tahu sayang, tapi kamu harus bisa menerima kenyataan ini, kalau kamu kangen sama dia, mengapa tidak datang kemakamnya saja ?”
Intan tidak langsung menjawab pertanyaan papanya, karena kata-kata papanya membuat Intan tertegun. Sejenak dia berfikir, mengapa hal itu tidak dipikirkan olehnya. Apa yang dikatakan papanya memang benar, mengapa dia tidak kemakamnya Hendra saja? Setidaknya dia busa mendoakan rwah sahabatnya supaya tenang dialam sana.
“ Sayang, kalau kamu mau, dan juga tidak keberatan, bagaimana kalau besok kita pergi sama-sama kemakamnya Hendra?”
“ Benar pa, apa tidak merepotkan papa?” kata Intan.
“ Tidak sayang!” kata mamanya Intan menyahut, yang sedari tadiberada didepan pintu kamar Intan.
“ Ma…!” kata Intan lirih.
“ ya sayang.”
“Maafin Intan ya ma, karena Intan tadi tidak menghiraukan kata-kata mama?”
“ Tidak apa-apa saaing, mama ngerti kho dengan perasaanmu sekarang ini!”
“Ma…Intan sayang sama mama dan juga papa!”
“Ya udah, sekarang senyum donk, jangan cemberut begitu,” goda papanya Intan.
Semuanya pun tersenyum, seperti tidak ada terjadi apa-apa.
Keesokan harinya, Intan bangun sangat pagi-pagi sekali, mungkin karena dia sudah tidak sabar lagi mau pergi kemakamnya Hendra.
“ Ma,…Pa…?” teriak Intan, yang dari tadi sudah menunggu diruang tengah.
“ Ya sayang…sebentar!” sahut mereka hampir bersamaan.
Tidak beberapa lama kemudian, mama dan papanya Intan pun menyusul keruang tengah.
“ Lama banget sih ma,pa, ngapain saja?” sungut Intan.
Merekapun berangkat menuju pemakaman, setelah sampai mereka langsung menuju kemakamnya Hendra. Tidak terasa air mata Intan menetes membasahi pipinya.
“ Hendra, ini aku, aku datang buat kamu sahabatku.” Kata Intan sambil terisak. Aku kangen sama kamu Dra, kamu tidak lupa kan sama aku, tidak lupa dimasa-masa kecil kita?”
Mama dan papanya Intan pun ikut sedih melihat putri mereka begitu.
“ Sayang, sudahlah, biarkan arwahnya Hendra tenang dialam sana?”Kata mamanya Intan sambil mendekati Intan yang sedari tadi menangis.
“ Ya sayang!” kata papanya Intan menyahut.
Mereka semua pun mendoakan semoga arwahnya Hendra diterima disisi Allah SWT. Sesudah itu, mereka pulang dari pemakaman.



SELESAI

Related Posts:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar